Tahun ini, usia Bapakku masuk ke 72 tahun. Usia yang senja. Kekuatan fisik sudah sangat jauh berkurang. Kemampuan memori jangka pendek sudah sangat melemah. Bahkan kadang sulit untuk menahan tidak BAK di celana.
Di usia senjanya dengan kekuatan fisik yang sangat lemah, dia justru ingin tetap produktif. Ingin tetap bekerja. Ingin tetap handle semua hal seorang diri. Ingin terus pergi jalan-jalan dan bertemu banyak orang. Padahal, ini saat yang tepat untuk menikmati masa tua di rumah dengan slow living.
Tanpa bekerja lagi, Bapak alhamdulillah tidak kekurangan apapun dari segi materi. Dia sudah bekerja keras selama 70 tahun hidupnya dan berhasil untuk membebaskan anak-anaknya agar tidak jadi sandwich generation. Tapi sayangnya, jiwa workholic-nya masih sulit dibendung hingga hari ini.
Meanwhile, di belahan desa yang lain, kami juga punya sodara (sepupunya mbah wedok) yang rutin kami sambangi tiap lebaran. Usianya 80-an (beliau juga udah lupa berapa usianya). Walau postur tubuhnya sedikit membungkuk, tapi fisiknya masih kuat, kulitnya glowing, senyumnya merekah sempurna.
Beliau terlihat sangat bahagia dan menikmati hidup walau tinggal di rumah gubuk yang panas karena tidak ada asbesnya. Makan seadanya karena pekerjaan anaknya (di rumah yang dia tinggali) sebagai buruh bangunan. Tetap legowo, walau anak-anak kandungnya jarang sekali pulang ketika lebaran.
Melihat si mbah yang seperti itu, membuat aku berpikir bahwa punya fisik yang kuat di usia senja itu tidak mustahil. Dan tentu saja tidak bisa didapatkan secara instan. Pasti ada perjuangan membangun kebiasaan baik selama bertahun-tahun.
Itulah kenapa mulai dua tahun lalu aku cukup concern dengan olahraga. Bukan buat keren-kerenan. Sederhananya, buat sehat dan bisa bangun kebiasaan sehat dari muda.
Medical check up rutin juga jadi bagian penting. Bukan hanya karena bisa diklaim ke kantor, tapi juga bagus untuk tahu perkembangan kesehatan kita.
Kalau aja kita peka dengan diri kita sendiri dan nggak mengabaikan ketika mulai capek dan butuh istirahat, mungkin kita bakal bisa lebih kuat dan sehat.
Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga penting. Itulah kenapa mungkin si mbah yang usianya 80-an itu bisa bahagia dan sangat menikmati kehidupan.
Sejatinya, hidup di dunia memang akan berakhir. Fokus kita bukan pada kapan kita mati. Selagi masih diberi kehidupan hari ini, mari kita maksimalkan dengan sebaik-baiknya. Niatkan semuanya sebagai bentuk penghambaan terbaik kita pada-Nya. Terima kasih Allah sudah memberi kami kehidupan hingga detik ini.
Ida Mayasari
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)