Sejak pertandingan Thomas Uber Cup tahun 2008 ketika tim Uber masuk final dan ketika tahun 2013 ketika tim U-19 masuk final AFF, saya ga pernah lagi demam sama olahraga sedemam belakangan ini.
Jadi, belakangan ini ada Thomas Uber Cup 2018 di Thailand. Indonesia cuma sampai ke semi final. Tapi karena saya udah lama banget ga update soal bulu tangkis, semua perkembangan yang ketinggalan selama ini seolah jadi kejutan sendiri.
Indonesia sekarang punya pemain yang dijuluki duo minions, setelah dulu terkenal dengan the daddies.
Sebuah nafas baru bagi regenerasi ganda putra, meskipun mungkin sepertinya belum diikuti oleh sektor tunggal sepeninggalan Taufik Hidayat yang dulu hampir menyabet seluruh kejuaraan bergengsi.
Yang menarik dari setiap pertandingan olahraga adalah mental pejuang yang ditunjukkan oleh setiap pemain.
Dulu, tahun 2013-2014, saya pernah main badminton di kampus. Momen yang super duper penuh kejutan. Sepanjang tanding badminton itu kayak ada percikan-percikan yang datang tanpa terduga. Gimana ya jelasinnya. Pokoke, full of surprises.
Alhamdulillah, dulu pernah menang dan pernah juga kalah. Kalah-menang dalam pertandingan mah biasa. Yang ga biasa adalah, disitu mental pejuang kita bener dilatih.
Percaya ga percaya, saya juga ga pinter-pinter amat main badminton. Partner saya yang mantan anak club. Saya cuma pelengkap ganda putri, yang kebetulan bisa nangkis shuttlecock karena suka badminton sejak SD, meskipun ga mendeklariskan diri menjadi BL.
Balik ke mental pejuang.
Based on true story, menurut saya, buat jadi pemenang itu modal ada dua.
1. Mental
Ini mah wajib. Mental pejuang itu dilatih setiap hari, dan ujiannya adalah ketika bertanding dan selepas pertandingan. Setelah kalah atau menang, harus latihan lagi, begitu seterusnya ga habis-habis.
Mental pejuang ga cuma dibutuhin ketika masa genting dan degdegan kala bertanding. Bayangin coba gimana bisa ngejer poin 14-20 jadi 22-20 kalo bukan karena mental pejuang. Meskipun kekalalahan dan kemenangan adalah atas izin Allah, kita juga diminta untuk ikhtiar dan ga nyerahin semua sama takdir kan?
"Ketika poin berapa (saya lupa), saya dengar sorak dari temen-temen. Dan saya langsung semangat." (Firman Abdul Kholik, tunggal putra partai terakhir Badminton Asia Team Championship 2018, pelaku "tragedi" 14-20 22-20)
Btw, soal sorak-sorak penonton yang ngedukung kita itu beneran buat semangat ternyata. Saya baru percaya ketika ngalamin sendiri. Amazing.
Mental pejuang diuji ketika menang, apakah tetap bisa down to earth atau justru cepat puas. Atau, ketika kalah apakah bisa bangkit lagi atau tetap terpuruk pada kekalahan.
Kalau kata Pak E (founder FIM), "Pejuang sejati tak kan mati dalam sekali tikam". Cadas!!!
2. Mentor
Nah ini nih. Semua orang sukses harus punya mentor. Mentor yang bisa ngarahin, ngebimbing, dan ngasih wejangan. Kita ga bisa latih diri kita sendiri secara mandiri untuk waktu yang lama. Karena kita cenderung ga tegas sama diri sendiri. Di awal, semua harus serba dipaksa. Dipaksa latihan, dipaksa ngelakuin ini itu. Plus harus ada yang evaluasi terkait perkembangan kita. Dan semua itu bisa dilakukan oleh seorang mentor. Pemenang tanpa mentor bagai sayur tanpa garam. Hambar. #halah
Dan tahukah netizen sekalian, rumus 2M akan sia-sia kalau kita tidak menerapkan 1M lagi. Munajat pada Allah. Sedaaaap!
Dah yah. Gitu ajha. Bye.
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)