Pada beberapa agenda rapat yang saya hadiri, yang melibatkan ikhwan dan akhwat, tak jarang saya merasa bahwa antara ikhwan dan akhwat terasa berat sebelah.
Mungkin kalian tidak asing dengan dialog di bawah ini.
Ikhwan : "Jadi masalah yang sedang kita hadapi begini begini. Solusinya bagaimana ya? Kalau dari ane begini begini. Akhwat ada masukan?"
Akhwat : "Pas"
Ikhwan : "Oke, apakah kita sepakat untuk melakukan ini dan ini sebagai solusi dari masalah kita?"
Akhwat : "Sepakat"
Dan ini berlangsung terus menerus, berulang-ulang, lalu jadi kebiasaan.
Ikhwan berpikir, akhwat hanya menyatakan "pas" dan "sepakat".
Teman-teman akhwatku..
Kalau kebiasaan ini terus dibiarkan, memang dakwah akan terus berjalan. Tapi, akhwat hanya akan menjadi orang belakang yang tak berani menyuarakan isi pikirannya. Padahal, dari sisi akhwat juga bisa jadi akan keluarkan ide brilian.
Kita juga punya hak untuk bicara dan memberikan pendapat. Maka, suarakan isi pikiranmu, walaupun itu sebuah ketidaksepakatan. Walaupun itu sebuah sanggahan atas pendapat saudaramu.
Ukhti, dakwah ini tak hanya dibebankan pada kaum adam. Kita, juga punya andil yang besar.
Jika hari ini, kita berkarya di organisasi atau komunitas, maka hak berpikir, mengungkapkan pendapat, berbicara, juga jadi satu paket di dalamnya.
Paksalah otak kita untuk turut berpikir ingin dibawa kemana organisasi yang kita ikuti.
Libatkan pikiran kita untuk berpusing ria memikirkan kepentingan umat di luar sana. Jadikan ia berguna.
Lalu ungkapkan hasil pemikiran dan pertimbangan kita pada forum bersama. Belajarlah dengan bijak berpendapat, berdinamika dalam forum terbuka.
Tak perlu malu. Malulah ketika otak kita dibiarkan menganggur tanpa pernah memikirkan solusi atas problematika umat ini. Malulah ketika lidah kita hanya mampu berbisik-bisik di balik hijab, sedang di depan forum kita hanya terdiam, tak berani mengungkapkan isi pikiran.
Ukhti, tahukah engkau seorang muslimah istimewa Sahabat Rasulullah bernama Asma' binti Yazid?
Asma' binti Yazid adalah salah satu wanita Anshar yang ikut dalam baiat aqabah pertama.
Beliau dijuluki sebagai juru bicara muslimah pada zamannya. Sebab keberaniannya dan keinginannya yang tinggi dalam mencari ilmu dari Rasulullah.
Suatu ketika, Asma' datang pada Rasulullah dan berkata.
"Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mewakili wanita-wanita muslimah di belakangku. Mereka seluruhnya mengatakan sebagaimana kata-kataku dan sependapat dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada pria dan wanita. Kami beriman kepada engkau dan mengikuti engkau. Kami terbatas dengan urusan rumah tangga, menjadi tempat pemuas nafsu kaum pria, mengandung anak-anak. Adapun kaum pria dilebihkan dengan shalat Jumat, mengantar jenazah, dan ikut berjihad. Jika mereka keluar untuk berjihad, maka kami menjaga harta mereka dan kami mendidik anak-anak mereka. Apakah kami mendapatkan pahala yang sama dengan pahala mereka, wahai Rasulullah?”
Duhai, Rasulullah lalu bertanya pada para sahabat. "Pernahkah kalian mendengar kata-kata seorang wanita tentang agama yang lebih baik dari pertanyaan ini?"
Rasulullah lalu berpaling pada Asma', dan berkata, “Kembalilah wahai Asma’, dan jelaskan kepada siapa pun di belakangmu bahwa jika seorang dari kalian dapat mengurus suami dengan sebaik mungkin, dan ia mencari keridhaan suaminya, menaatinya demi mendapat kesepakatannya, semua yang disebutkan itu sama pahalanya dengan kebaikan yang sama yang dikerjakan kaum pria.”
Asma' lalu pulang dengan gembira sembari mengucapkan tahlil dan tahmid. Jawaban Rasulullah sungguh menggembirakan hatinya dan kaum muslimah.
Akhwat, Asma' binti Yazid telah membukakan jalan untuk kita agar berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya.
Maka, mulai hari ini mari hentikan kebiasaan datang, duduk, diam, lalu menyatakan "pas" dan "sepakat" saja. Mari berpikir, mari bicara.
:)
Salam,
Akhwat yang sedang belajar berani mengeluarkan isi pikirannya
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)