Masih pada filosofi pohon dakwah.
Ada seseorang yang berkata, "Sudah ga zamannya lagi akar terus ada di bawah. Ini waktunya kita muncul ke permukaan."
Hari ini, izinkan saya menyoroti hal ini, menurut kontemplasi saya yang sederhana.
Pernyataan kawan saya di atas, tidak salah. Memang ini waktunya kita syi'ar secara frontal. Aktivis dakwah dan segala prestasinya harus dibuka dan dipublish, bukan untuk pamer tapi untuk mensyi'arkan pribadi islami yang juga akademisi.
Menjadi akar atau batang atau buah, adalah pilihan masing-masing individu. Jika akar ingin menjadi buah, silakan. Jika buah hendak berdedikasi sebagai akar, silakan pula. Yang penting kita masih dalam pohon dakwah yang sama, untuk tujuan yang sama.
Tapi kalau kita teliti lagi, kira-kira apa yang akan terjadi jika banyak akar yang memutuskan untuk pindah menjadi buah pada saat yang sama?
Pohon akan memiliki banyak buah yang ranum, namun akarnya tidak kokoh.
Dari luar, kelihatannya pohon ini subur. Padahal sebenarnya, akarnya yang sedikit, sekuat tenaga harus menopang pohon yang berat akan buah itu.
Namun, apa jadinya pula bila semua mau jadi akar, tak ada yang mau jadi buah?
Pohon akan terlihat gersang. Kokoh, namun tak sedap dipandang. Tangguh, namun tak memberikan manfaat pada sekitar.
Lantas, idealnya bagaimana?
Tentu saja akarnya kuat menjulang ke tanah, batangnya besar berisi, cabang dan rantingnya banyak, daunnya lebat, dan buahnya ranum, banyak, dan siap dipetik kapan saja.
Tapi tentu mencapai sebuah kondisi ideal tidak bisa dilakukan sekejap mata atau semudah membalikkan telapak tangan.
Semua butuh proses.
Menjadi akar memang tak mudah. Harus siap diinjak-injak, harus siap menopang seluruh bagian pohon, semakin dalam ke tanah, semakin sesak terasa.
Menjadi batang dan cabang juga tak mudah. Harus sigap dan cepat mentransfer nutrisi dari akar ke daun buah. Menjaga agar buah tak mudah jatuh ke tanah.
Menjadi buah tentu tak mudah juga. Jika tak dapat nutrisi yang cukup dari akar dan batang, ia harus sebisa mungkin mencari nutrisi sendiri dari luar pohon, entah bagaimana caranya. Dan juga harus menyadari, bahwa ia masih bagian dari pohon tsb, sehingga tak seharusnya meremehan peran akan batang dan akar.
Tapi menjadi ketiganya, menurut saya, menjadi lebih mudah. Kenapa?
Karena proses mengintegrasikan ketiga bagian utama ini membuat kita berpikir jauh lebih luas tak hanya pada bagian sendiri dan membuat kita menyediakan dada yang lebih lapang. Sebab, kita merasakan bahwa ketiga bagian sama sulitnya dalam berjuang. Oleh karena itu, tak perlu ada yang saling menyalahkan atau iri akan peran yang lain.
Kita adalah satu kesatuan. Jika bosan, boleh saja berpindah tempat, sesekali. Kadang akar jadi buah, kadang batang jadi buah. Buah memang sungguh menggiurkan. Buah juga sesekali hendaknya rasakan jadi batang, jadi akar pula. Agar senantiasa rendah hati meski bermimpi besar.
Namun tahukah?
Sungguh apapun peran kita hari ini, dimanapun lini yang kita tempati saat ini —entah itu akar, batang, cabang, daun, buah, atau semuanya sekaligus—, yakinlah akan satu hal. Seremeh-temeh apapun pekerjaan yang kita lakukan untuk dakwah, semua pasti akan dibalas oleh Allah.
Tak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (QS. Ar-Rahman : 60).
Yang penting kita harus saling menguatkan. Kita masih satu pohon, kan?
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)