Seperti yang saya biasa lakukan setelah membaca buku, saya
selalu review dan upload ke instagram karena tuntutan challenge. Tapi sebenarnya,
ada hal-hal menarik yang saya dapat dari buku-buku yang terakhir saya baca:
Dilan the Series dan Sabtu Bersama Bapak.
Saya ga akan sebutin hal-hal yang udah pernah saya bahas di
review. Saya mau ngasih tau sudut dari sudut pandang lain terkait novel-novel
ini.
Menurut saya, buku yang baik, tidak hanya mampu memberikan
kesan yang baik sejenak setelah kita selesai membaca. Buku yang baik mampu
memberikan kesan baik dan pengaruh yang baik bagi diri kita sendiri bahkan
hingga bertahun-tahun ke depan setelah kita tak ingat bahwa pernah membaca buku
itu.
And here I go.
Dilan the series, kaya akan puisi sederhana yang sangat
mengena. Saya jadi tertarik menulis puisi-puisi singkat, yang nge-jleb dan so
sweet. Kesannya gombal. Tapi gombal berkualitas, saya kira. Buat puisi sejenis
itu ga mudah lho. Serius.
Mungkin karena saya juga yang cenderung lebih perhatian ke
kata-kata dari pada ke gambar, jadi Dilan jadi kayak sosok penyair keren
sekali. Dan anehnya, saya si modus detector ini, ngerasa yang Dilan ucapkan ke
Milea atau siapapun di novel itu punya kharisma tersendiri. Ga terasa
berlebihan. Meskipun tetep aja modus level dewa!
Dengan khas dialog singkat itu, percakapan jadi berisi dan ga
ribet. Ya, saya menjunjung tinggi kesederhanaan kata-kata dalam komunikasi. Meskipun
ya kadang saya juga sering kebawa baca puisi kalo lagi ngobrol di dunia nyata. Wkwk.
Tapi sejak baca Dilan dan saya anggap model dialog di buku
itu keren, saya jadi terikut ngomong singkat-singkat, terutama saat chat. Sampe
salah satu temen saya bilang, “Kebanyakan baca Dilan nih, chattingan berasa
kayak baca dialog novel. Gaya tulisanmu berubah.”
But ailofmaiself. Saya nikmati aja perubahan gaya tulisan
ini. Selagi masih keren, meskipun itu cuma bagi saya sendiri.
Hampir mirip dengan Dilan, buku Sabtu Bersama Bapak juga
memberikan saya banyak hal untuk dipraktekkan di dunia nyata. Misal, Bapak
selalu bilang di akhir videonya: “Bapak sayang kalian”. And it's so-sweet,
sampe luber-luber. Kayaknya sederhana, tapi memberikan suntikan semangat yang
cukup dalam. Sekarang saya jadi ga malu buat bilang, “Kakak sayang kalian”, “Aku
rindu”, atau “Makasih buat traktirannya” (ini mah wajib tau diri! wkwk).
Kata-kata sederhana kayak gitu itu, perlu diungkapkan
(dengan mahram tentunya), untuk menguatkan jalinan yang terajut. Eaaak. Apa banget
dah. Tapi serius. Kata Rasulullah:
“Apabila seseorang mencintai saudaranya, hendaklah dia
mengatakan cinta kepadanya.” (Abu Dawud dan Tirmidzi, hadits shahih)
Oke stop disitu. Permisal yang lain lagi, Cakra itu salah
satu kepala divisi di sebuah perusahaan. Tapi kelakuannya sebagai seorang
kepala divisi bener-bener cair. Serius tapi santai. Ini membuat anggotanya jadi
tidak merasa tertekan di bawah kepemimpinannya, bahkan kadang suka nge-bully
Cakra sendiri. Dan Cakra, yang agak takut kalo berhadapan sama perempuan itu,
ternyata punya pemikiran mendalam tentang banyak hal. Tipe-tipe cowok suka baca
buku gitu. Yang bisa buat kita terkejut-kejut dapet banyak ilmu-ilmu baru kalo
ngobrol sama dia. Dan saya... kini belajar jadi sosok bersahabat seperti Cakra
untuk siapa saja, terutama untuk adik-adik saya. Walaupun saya ga punya adik
biologis, tapi saya punya banyak adik di kampus. Cukup sudah menjadi kakak yang
kaku dan membuat takut. Mari berbagi semua keluh-kesah, Adinda! *peluk jauh*
“Saat ini, aku mau jadi kakak yang baik untuk adik-adik aja,
Da.”
Itu kata salah seorang teman pada saya di percakapan malam
kami yang panjang. Simpel kan? Cuma mau jadi kakak yang baik buat adik-adiknya.
Tapi saya yakin itu ga mudah. Buat jadi “baik”, ga semudah nulis “I’m a good
person” di bio instagram. Baik di hadapan manusia, belum tentu baik juga di
hadapan Allah. Semua butuh perjuangan dan pembuktian.
Oke, sekian aja.
Semoga kalian juga bisa nemu buku yang bener-bener bisa kasih perubahan baik ke diri kalian.
Salam semangat, Readers.
Ida Mayasari
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)