Sampai sini sudah tau lah ya kan saya mau cerita tentang apa? Tentang Teka-Teki Rasa, buku yang baru kemarin selesai saya baca. Buku ini saya beli online, otomatis juga ada ongkirnya. Jarang-jarang loh saya beli buku online kalau emang ga pengen kali. Beli buku offline aja kadang masih mikir nasib makan gue seminggu ke depan gimana. Saya beli ini buku karena penasaran sama isinya. Soalnya penulisnya pinter bener nulis salah satu isi dari buku ini yang menggugah saya buat repost di blog. Udah baca tentang
Pamit? Ya, Pamit itu ada di buku ini.
Untuk buku ini, saya beri nilai 3.8/4. Kenapa 3.8? Sederhana. Karena saya pengen punya IP 3.8 dari dulu, tapi sampe semester 9 belum kesampaian *dilempar mouse*. Oke, buku ini memang bagus. Saya ga nyesel nunggu open PO yang cukup lama dan ngeluarin ongkir yang banyaknya setengah dari harga buku.
Jadi, buku ini itu sebuah novel yak. Ceritanya tentang dua tokoh namanya Hasna dan Hafiz yang dari SMA sampe usia dua puluh lima memendam sebuah perasaan yang terpaut bahkan tanpa sepatah kata. Sebenarnya konfliknya ga banyak. Konfliknya banyakan konflik batin si dua H ini, yang sedang menerka-nerka dari kejauhan : "Si doi suka juga ga ya sama aku. Terus kalau iya, gimana. Aku belum siap mempertanggungjawabkan cintaku, bla bla bla."
Yang buat nilai plus dari buku ini adalah Ahimsa Azaleav selaku penulis mampu menciptakan banyak kata-kata keren
yang dalam sekali baca buat kita balik lagi baca dan ga bosan pengen baca terus-terusan lagi. Selain itu, ini novel coba kasih solusi buat banyak anak muda di luar, termasuk aku, bagaimana menghadapi si 'virus' dan 'bakteri' merah jambu yang datang tak diundang pulang tak diantar ini, dengan cara yang elegan,
cool, dan sesuai dengan koridor yang seharusnya. Termasuk juga gimana cara
move on secara total dan bersahaja. *apa kali lah*
Masih baca di 50 halaman pertama, saya berulang kali terkejut batin. Ini novel kok kayaknya banyak 'ngode' kehidupan saya. Beberapa kata yang dipakai dan terus diulang itu pernah jadi kode saya banget. Oke, abaikan.
Selain penasaran sama novelnya, saya juga beli novel ini untuk menentramkan sebuah hati yang galau *ceilah, seorang ida yang sangar bisa galau*. Tapi ternyata, sebelum novel ini tiba di tangan saya, saya udah dikasih ketentraman sama Allah duluan. Masya Allah. Allah itu halus sekali menegurnya. Ga buat saya benci sama orang lain. Cukup lewat video kiriman seorang teman yang buat saya mikir, "Da, bukan begini cara yang seharusnya. Maka, hentikanlah."
Ditambah lagi, ada
quote dari buku ini yang menguatkan saya.
"Cara terbaik untuk menjawab teka-teki rasa adalah dengan berhenti mencari jawabannya."
#Sadaaaap
Ah, novel ini benar buat saya move on totally. Bukan dari kode ga jelas zaman ga enak. Tapi dari segala keresahan hati saya menyikapi sebuah rasa. Anyway, reader blog ini *emang ada yang baca* pasti lagi nebak-nebak, "Anak alay yang satu ini lagi ngomongin apa dan siapa." Gapapa, gapapa. Saya biasa dikepoin gitu. Udah bakat dari lahir jadi artis. *sodorin ember*
It's so beautiful if you have undefined feeling for someone and you keep it only for yourself and Allah. Let Allah runs His plans. And after that, if you and that someone meet somewhere both of you should be there, we can call it miracle. Unless both of you are there, just stay calm. You must be glad each another. You know, happiness sadness or anything we feel, I'm sure they come from Allah. It's easy for Allah to make us glad with another one. So, fill your heart with Allah. You'll never be dissapointed. Trust me, it works! #NgomongOpo #BukanIklan
Oke, maapin saya. Kemampuan bahasa inggris saya udah jauh berkurang sejak terakhir les TOEFL waktu SMA. Huft. Mungkin lain kali saya bisa nulis satu tulisan sendiri tentang
Move On Totally. Mungkin ya, mungkin. Gosah ditungu-tunggu juga.
Udah lah ya. Capek adek.
Intinya, bukunya bagus. Kalo mau pinjam, bilang aja. *mendadak sangar*
Salam teka-teki,
Yang udah
mupon
Ida Mayasari
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)