Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober
Beberapa hari yang lalu, seorang teman yang baik hati mengirim sebuah penggalan video ceramah seorang ustadz luar negeri. Sebagian kita mungkin tak asing mendengar namanya. Beliau adalah Nouman Ali Khan. Maka, ku embedded lah video lengkapnya di bawah ini. Tontonlah sejenak.
Udah jelas lah ya kan.
Intinya, kalau ada yang MODUSIN kita, maka baiknya kita ABAIKAN saja. Abaikan pesannya, komentarnya, like lovenya, emailnya, semuanya. Abaikan. Sekalipun kita juga suka dengannya. Jemput kehalalan harus dengan cara yang halal juga, bukan?
Modus ini kebanyakan dilakukan oleh lelaki ke para gadis. Tidak pandang status. Bahkan, parahnya menjangkiti para aktivis dakwah yang katanya sudah paham bab interaksi ikhwan-akhwat. Astaghfirullah.
Alesannya nanya tugas, aslinya pengen ngobrol. Alesannya belajar bareng, satu tim bareng, aslinya emang pengen supaya lebih lama bersama. Alesannya urusan dakwah, tapi aturan jam malam akhwat dilanggar juga. Alesannya temen biasa, tapi kok tiap hari ga pernah absen chattingan. Halaah.. Modus. Modus.
Ingat puisi Kopi? Demi kebaikan bersama, saya harus interpretasikan puisi ini.
Ini bukan puisi patah hati atau sakit hati.
Sebenarnya, ini puisi buat para moduser (pegiat modus). Ditulis dengan rasa teramat kesal. Pada akhirnya, Aku ingin menuang kopi Ke dalam batinmu
Pada akhirnya, artinya penulis akhirnya sadar setelah sekian lama, ternyata ada moduser di sekitar. Lalu penulis memutuskan untuk menuang kopi hitam ke batin si moduser itu. Biar noda hitam di batinnya itu sekalian aja hitam keseluruhan.
Agar kau tahu Pahitnya merajut cinta
Supaya kau sadar lho, jaga hati bagi seorang muslimah itu ga gampang. Jaga hati biar tetep utuh untuk suami kelak itu susah. Pahit, kayak kopi.
Dan merawat asa Di jalan tanpa rasa
Ditambah lagi merawat harapan di jalan dakwah ini. Aduh, jadi aktivis dakwah saja sudah cukup sulit. Mikirin umat, mikirin gimana supaya selamat melewati jalan dakwah yang terjal. Kau malah tambahin kerjaan ngacak-acak hati anak orang yang udah disusunnya rapi. Malah datang sok keren menawarkan harapan kosong dengan bunga-bunga plastik.
Maka, enyahlah Aku hendak membuang Ampas-ampas kehilangan
Pergi sajalah sana. Jauh jauh. Tak perlu kembali lagi. Aku mau buang jejak-jejak modus yang kau pernah tapakkan, biar rapi dan bersih lagi hatiku ini.
Eh, ini kok lama-lama pakai logat Medan?
Ya sudahlah, tak apa, biar sangar.
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)