Ada berpasang mata kala itu. Sungguh, aku tak pandai memadupadankan kata lalu melafalkannya dengan begitu indah seindah mengikat kata itu dalam sebuah tulisan. Tapi berpasang mata itu memberikan kekuatan untuk berkata.
"Dik.. Andai saja. Ada seseorang yang tidak kita tahu siapa namanya, tidak kita tahu bagaimana wajahnya. Setiap hari tanpa diminta ia mengirimi kita semua yang kita butuhkan. Makanan, barang-barang, uang. Tanpa pernah sekalipun menyebutkan identitasnya. So sweet sekali. Tidakkah kita begitu penasaran akan dirinya? Akan wajahnya? Sebagian kita mungkin juga berniat: jika ia perempuan, akan kujadikan saudara; jika ia laki-laki, mungkin akan kujadikan suami. Ya, tidak?"
Berpasang mata bola itu mengangguk setuju sambil tersenyum simpul. Masih terpesona dengan sosok misterius yang baik hati.
"Nah, Dik.. Andai saja. Sosok baik hati itu bukan manusia, tapi Allah Subhanahu Wata'ala. Yang begitu baiknya pada kita. Memberi semua yang kita butuhkan tanpa kita minta. Yang memberi kita makanan ketika kita lapar, memberi kita napas tanpa harus kita minta setiap harinya. Andai saja Allah hanya memberi apa yang kita minta, mungkin kita sudah mati hari ini karena lupa meminta nafas kemarin malam. Lihatlah segala yang Dia ciptakan, Dik. Luar biasa, bukan? Tidakkah Allah begitu baik, Dik? Tidakkah kita penasaran akan wajah Allah Yang Maha Baik, Dik?"
Ada berpasang mata yang tiba-tiba berkaca kala itu.
"Dalam sebuah buku karangan Ibnul Jauzi yang Kakak pernah baca, beliau bercerita tentang kehidupan setelah mati nanti. Mulai dari alam Barzakh, Padang Mahsyar, Hisab, Mizan, Surga dan Neraka. Di surga nanti suatu hari, Allah akan kumpulkan semua penghuni surga di sebuah padang. Para Nabi dan Rasul duduk di atas singgasana-singgasana. Sedang hamba yang lain duduk di bawah. Itulah hari melihat wajah Allah, Dik. Allah lalu menunjukkan wajah-Nya pada seluruh hamba penghuni surga. Sungguh, itulah masa yang telah dinantikan setelah sekian lama oleh semua hamba. Terbayar lunas sudah segala penderitaan di dunia. Dan itu hanya akan terjadi dimana, Dik? Di surga. Maka jika ingin melihat wajah Allah, kita harus masuk ke dalam.. surga."
Berpasang mata itu kini menunduk. Akupun. Merasa masih belum begitu cukup amal ini untuk memasuki sebuah surga.
Setelah itu, bergulirlah cerita yang sama untuk Baginda Rasulullah hingga berujung pada tiket menuju surga : Berdakwah.
Menunduk kembali kami bersama. Rasa-rasanya, belum ada apa-apanya penderitaan di jalan dakwah yang kami rasakan ini, tapi keluhan selama ini kenapa begitu berkepanjangan.
"Maka, Dik. Jika kita ingin merindu, merindulah akan wajah Allah dan Rasulullah. Cukuplah itu jadi motivasi kita dalam berbuat kebaikan. Karena kita tidak tahu amal mana yang akan membawa kita ke surga."
Berpasang mata bola kini tersipu mendengar kata merindu. Lalu terenyuh. Rindu Allah dan Rasulullah. Sudahkah, batin pemilik mata-mata bola. Termasuk aku. Yang hatinya menangis sedu sebab Surah Ash-Shaf ayat 2 dan 3 bergema begitu kencang setiap kali 'mengisi', menjadi pengingat setiap waktu.
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah, bila kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan."
Lalu, berpasang mata bola dipaksa berkaca lagi. Sungguh, untuk yang satu ini, sudah tak asing lagi mereka dengar. Si Kakak sering sekali mengulangnya sambil berkaca.
"Dik.. Kalau nanti. Adik-adik masuk surga duluan, dan tidak melihat Kakak di dalam surga. Tolong ya Dik tanyakan ke Allah dimana Kakak berada. Jika Allah bilang kakak masih di neraka, maka tolong tarik Kakak. Tolong tarik Kakak. Sebab sebuah hadits mengatakan, orang-orang yang semasa di dunia bersama berkumpul mengingat Allah, maka di akhirat nanti mereka bisa tarik-menarik menuju surga."
Salam rindu,
Kakak dari adik-adik baik hati
Ida Mayasari
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)