Punya Anak
Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober
Ida, sebelumnya aku enggan berkomentar tapi gakpapalah iseng iseng.
BalasHapusJujur ada tulisan seperti ini membuat aku prihatin atas keawaman orang mengenai hukum dan politik. Kalau seseorang (tanpa mengaitkan NKRI dsb tentang negara ini) membawakan agamanya serta memuja Allahnya di lingkungan lain pasti sangat bagus. Ingat ini negara NKRI negara hukum bukanlah negara muslim. Hanya karena 1 orang lemah lalu ribuan orang ingin menyerang. Wah, bayangkan perasaan kami kaum minoritas. Campur aduk. Itu kira-kira opini baper saya.
Tapi karena aku juga berkecimpung di dunia hukum jadi yang kaku juga belajar rasional kalau seseorang salah yang memang harus dihukum. Saat seseorang diduga melakukan tindak pidana makanya unsur-unsur dalam tindak pidana tersebut harus terpenuhi. Untuk kasus tersebut tidak memenuhi unsur di pasal 156 a KUHP. Baca selanjutnya disini: http://www.bbc.com/indonesia/trensosial/2016/10/161007_trensosial_ahok_laporanpenistaan
Menurutku kasus ini bukan soal agama dan gak ada hubungannya dengan agama. Ini murni politik saja karena Pilkada DKI. Jadi jangan dibawa baper, justru sebagian orang disana juga gak tahu mau ngapain.
Dan sekarang kan justru banyak kasus karena aksi 411 kemaren: seperti kasus politisasi pembiayaan dana 411 oleh SBY, kasus makar yang muncul di aksi 411. Intinya, ini semua masalah politik kok dan aku tetap kukuh kalau Pak Ahok tidak mungkin menoda agama. Beliau juga sadar kok kaum minoritas dan bisa didepak kapan saja. Justru ke'rasis'an jadi terlihat pada peristiwa 411 itu. Seorang Ahok yang bersih (tidak korupsi seperti pejabat-pejabat lain) dan disegani rakyat saja bisa difitnah lalu didemonstrasi (demo karna provaksi), apalagi warga minoritas lainnya? hiks. Sedih ya.
Sebenarnya aku juga enggan membalas komentar ini. Haha. Karena sepertinya akan sia-sia, hanya membuang kata-kata.
HapusTapi sungguh, ini bukan tentang minoritas dan mayoritas. Toh kita dari SMA dahulu bersahabat tanpa pernah ada masalah. Karena kita saling menghargai perbedaan pilihan masing-masing, tidak coba mencampuri dan menggoyahkan keyakinan satu sama lain. Egrith dulu sabar sekali menunggu kami sholat 5 waktu di les. Dan kami juga setiap pekan memilih pindah ke kelas lain pada mata pelajaran agama karena kelas kita dipakai untuk egrith dan teman-teman belajar agama juga. Adakah di hati kita iri dan dendam saat itu? Nggak kan. :)
Maka, itu haknya egrith untuk memilih dan membela siapapun yang egrith mau. Silakan, grith. Bebas aja. Sama kayak dulu hingga sekarang. Saling menghargai aja dengan pilihan masing-masing. :)