Ada yang lucu dari respon beberapa orang terkait tulisan yang kita publish di dunia maya. Beberapa orang memberi jempol, beberapa mengomentari, beberapa melanjutkan tulisannya jadi berantai, dan ada juga yang membuat tandingan. Haha.
Saya punya seorang teman yang hobi menulis cerita fiksi. Dan itu lah saat pertama kali saya merasa begitu kepedean sepertinya dia menulis tentang saya yang bercakap dengannya pun hanya sekali dua kali. Dan ternyata yang berpikir dan merasakan hal yang sama bukan hanya saya. Beberapa komentar terhadap tulisannya juga merasakan bahwa mereka lah tokoh utama yang beliau maksudnya. Itu artinya apa? Ketika seseorang merasa berada dalam sebuah tulisan, itu artinya si penulis berhasil menghadirkan nyawa tulisan dan membaginya ke setiap pembaca.
Beberapa orang-orang yang kenal kita secara baik di dunia nyata mungkin juga sangat penasaran hingga tak terbendunglah sebuah tanya, "Tulisan itu tentang siapa? Tokoh ini itu si A ya? Oh, jadi itu kamu ya?" Orang-orang kepo nan baik hati ini sepertinya berharap mereka juga kenal baik dengan sosok yang tengah dikisahkan dalam cerita. Tapi penulis tetaplah yang paling tahu itu siapa. Kadang kala jawaban berakhir pada, "Itu cuma fiksi, khayalanku semata." Dan jawaban ini jelas memberikan ending tidak memuaskan untuk jiwa-jiwa yang ingin tahunya di luar batas normal.
Sejak beberapa hari yang lalu, saya mulai ngepost puisi-puisi saya ke Instagram. Awalnya agak canggung memang. Malu luar biasa. Tapi lama-kelamaan saya terbiasa. Respon sebagian orang memang tidak terduga. Membuat puisinya jadi berantai bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Apalagi membuat puisi tandingan dengan kontradiksi di setiap baitnya. Atau beberapa mengajak duet berkolaborasi menulis puisi. Bahkan yang lebih parah, menerka-nerka maksud puisi dan menyimpulkan sendiri. Padahal semua karya memiliki latar belakang, dan kebanyakan meleset dari dugaan kita.
Sampai hari ini saya masih suka menulis puisi, atau menulis kisah-kisah kehidupan sehari-hari yang mungkin sebagian kecilnya bisa diambil hikmah dan sebagian sisanya dibuang ke memori terlupakan. Saya juga masih harus menulis skripsi. Sebab puisi dan skripsi bedanya tipis. *fyuuh*
Sampai hari ini saya juga masih menikmati code-code tak terjemahkan. Bahkan rindu 'memeluknya' setiap akhir semester. Bahkan sebagian orang menawarkan jasa pembuatan code dan saya yang harus menutukan dalam bahasa manusia. Sungguh penawaran yang kejam.
Ini hanya tulisan seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang stres memikirkan tugas akhirnya. Maka, tolong jangan hubungkan dengan dunia nyata dan bertanya-tanya "apakah itu si A, si B, si C, atau si Z?"
Sebab kadang seorang penulis hanya ingin mengeluarkan apa yang ada dalam kepalanya melalui tulisan, tidak ingin diteror dengan seribu tanya "itu siapa?". Cukup sadar diri saja.
Salam Semangat, Readers :)
Ida Mayasari
hellehh
BalasHapusda. . . da. . .
tulisan yang ini jelas gak perlu mesin penerjemah untuk tau siapa2 tokoh yang ada dalam cerita.
Ah sotoy amat. Banyak tokohnya nih. Pasti ga semuanya ketebak lah.
HapusPake anonymous segala lagi. Udah ketebak juga ini siapa. Wkwkwk. Aku juga bisa.