Rani Masyithah Pelle
Assalamu'alaikum...
Syukur tak terukur kepada Allah
yang masih memberikan kita banyak kata untuk ditulis, masih memberikan kita
banyak suara untuk didengar, dan masih memberikan nafas untuk dihembuskan.
Semoga setiap sujud kita terbalaskan dengan ridho-Nya, ya Dik. Semoga setiap
shalawat kita menjadi radar pertemuan kita dengan Rasulullah, sosok yang selalu
kita coba teladani.
Kakak tahu ini bukan hari ulang
tahunmu, Dik. Tapi memberi hadiah kan tak harus ketika hari ulang tahun saja.
Hadiah ini sudah kakak persiapkan jauh hari sebelum hari ini kakak
menyerahkannya padamu. Masih ingat Ramadhan kemarin? Tiba-tiba saja kakak
memintamu untuk datang ke kampus di sela waktumu yang sibuk mempersiapkan diri
untuk kembali ke kampung halamanmu di luar provinsi. Pukul 9 pagi kita janjian
di “basecamp” tempat kita biasa berkumpul.
Tapi Allah punya skenario lain,
Dik.
Maaf jika kakak yang belum jua
tiba di tempat janjian, harus mengirim pesan padamu agar kau kembali ke rumah
dengan tangan hampa, tanpa tahu apa alasannya kakak menyuruhmu datang dan
pulang. Maaf, Dik. Tapi ketika itu Allah sedang memainkan ceritanya.
Malam sebelum kita janjian...
Kakak memesan hadiah ini ke
seorang teman. Ketika kakak tahu kau akan pulang kampung esok, kakak meminta si teman untuk
mengantar jilbabnya esok hari kurang dari jam 9, agar kakak sempat bertemu
denganmu dan bisa menghadiahi ini sebelum kau berangkat.
Kami lalu bertemu. Selesai itu,
kakak pergi ke kampus naik sepeda motor yang biasa kakak kendarai. Tentu saja
untuk bertemu denganmu dan memenuhi janji lain di basecamp. Hingga ketika kakak
hampir sampai, ketika baru melewati pintu 4, dan akan ke pintu 3, ada mobil
putih yang menyenggol kakak dengan mulus. Ya, kakak terserempet mobil. Dan
langsung dilarikan ke rumah sakit. Ada bagian yang robek di dalam mulut kakak dan
beberapa luka lecet di wajah dan tangan. Allah sedang memainkan skenarionya,
Dik. Alhamdulillah kakak masih diselamatkan dan masih bisa menulis surat ini
untukmu.
Pertemuan pertama denganmu tak
pernah kakak bayangkan sebelumnya. Karena Allah benar-benar mampu menyimpan
rahasia dengan hebatnya. Kita bertemu dalam lingkaran istimewa itu. Terima
kasih karena sudah mau menjadi mentee dari pementor seperti kakak, yang begitu
cerewet dan banyak cakap. Dan kini kau juga telah jadi pementor, Dik. Hebatnya dirimu. Terima kasih karena saat ini kau lah satu-satunya adik binaan kakak dahulu yang masih bersedia menemani kakak di bidang yang sekarang kita tekuni. Seseorang pernah berkata pada kakak bahwa kita mirip. Tentu saja bukan wajahnya, tapi tingkahnya, gayanya, pembawaanya, dan mungkin bandelnya :p
Tak ada yang bisa
menjamin ke-istiqomah-an kita. Tak ada, Dik. Maka, mohon ingatkan dan tegur
kakak jika nilai ke-istiqomah-an itu mulai luntur dari diri kakak, begitu juga
kakak padamu. Maka, jika suatu hari nanti, ketika hari penghakiman telah
datang, kau masuk ke dalam surga tapi tak melihat kakak, maka tolong pinta
pada Allah untuk menarik kakak dari neraka agar bisa bersamamu dalam
jannah-Nya.
Terima kasih, Rani.
Terimalah hadiah kecil ini untuk
pengikat cinta kita. :)
Wassalamu’alaikum.
Tertanda,
Kakak kelasmu yang banyak
khilafnya
Ida Mayasari
Makasih banyak kak Idaaa, terharu baca blog kakak utk Rani, sampe nangis di kamar hiks ���� semoga kita selalu dalam lindungan-Nya, dalam penjagaan-Nya dr keburukan2 yg entah itu dr luar ataupun dr diri kita sendiri.
BalasHapusKakak udah Rani anggap kakak sendiri, teman, sahabat makanya sikap Rani kadang tanpa sadar ga sopan sama kakak, maaf kak. Ingatkan Rani juga kalo udah mulai futur yaa kak, selalu bimbing Rani.
Gatau lagi mau bilang apa, makasih banyak kak, makasih udah jadi pementor pertama di kampus, makasih udah membimbing Rani hingga mengikuti jejak kakak yg jadi pementor saat ini. InsyaAllah Rani akan berusaha melakukan yg terbaik untuk dakwah kita ❤
Ana uhibbukifillah ����
Aamiin... ana uhibukki fillah juga, rani.. *bighug*
Hapus