Hari itu hari pertama kami di Madinah.
Dzuhur terindah yang pernah kurasakan. Sholat pertama di
masjid Nabawi, masjid pertamanya Rasulullah, basecamp-nya generasi awal
membangun peradaban islam. Sholat-sholat setelahnya pun menjadi begitu indah.
Hingga malam tiba. Sekitar pukul 09.00 malam waktu Saudi Arabia, kami ke masjid
lagi. Mau ke Raudhah.
Katanya, Raudhah adalah tempat mustajab untuk berdo'a.
Rumahnya Rasulullah. Mimbarnya Rasulullah. Makamnya Rasulullah. Maka berdesir
hati ini menuju Raudhah. Jadwal berkunjung ke Raudhah untuk pria itu 24 jam, sedangkan
untuk wanita dibatasi dari jam 9 pagi hingga jam 10 malam saja. Maka, kami
harus tiba disana sebelum jam 10.
Nyaris jam 10 akhirnya sampai juga di pintu menuju jalan ke
Raudhah. Jangan bayangkan ketika kami masuk, langsung dapat Raudhah ya. Kami harus menunggu dulu,
di dalam masjid (sisi lain sebelum Raudhah). Menunggu antrian. Karena ternyata
banyak juga yang sudah ngantri mau ke Raudhah. Tempat menunggu saat ini
sajadahnya masih warna merah. Katanya sajadah di Raudhah itu warna hijau. Maka,
berdesir lagi lah hati ini tak sabar menuju taman-taman surga.
Dari jam 10, kami menunggu. Melawan kantuk yang tak
tertahankan. Mana lagi kondisi tubuh masih jetlag. Kalau di Arab jam 10,
berarti di Indonesia itu jam 2, waktunya tidur. Haduh, mata ini udah ga
sanggup, ya Allah. Untuk membunuh waktu, udah coba tilawah. Udah coba liat-liat
arsitektur masjid. Masih ngantuk ya, Allah. Akhirnya karena saya ga sanggup
lagi, terpaksalah agak-agak menidurkan kepala di atas tas. Tidur-tidur ayam.
Sampai jam 12, belum ada perkembangan. Kami masih di karpet
merah, belum bergerak. Hingga akhirnya sekitar jam 12-an, kita udah bisa gerak. Ke tempat yang
atasnya payung besar masjid Nabawi, bukan di dalam masjid lagi. Tapi karpetnya masih merah. Berarti ini bukan Raudhah.
Ternyata Raudhah sudah di depan mata. Kubah masjid yang warna hijau sudah
kelihatan dekat. Dekat sekali.
|
kubah hijau |
Karena di dalam Raudhah nanti mau sholat 2 rakaat, sedangkan
tadi saya udah tidur-tidur ayam. Jadinya saya ambil wudhu lagi di tempat itu.
Jaga-jaga aja kalo wudhunya yang sebelumnya udah batal. Wudhunya pake air zam-zam
yang ada di galonnya. Terus tuang airnya di atas tempat sampah. Sebenarnya ga boleh wudhu di situ. Karena bakal
becek. Ga jarang petugas-petugas kebersihan di situ marah-marah karena bagian
belakang itu becek. Tapi mau gimana lagi ya. Saya juga bandel. Hehe. Maafkan
hamba ya, Allah.
Setelah nunggu juga hampir 1 jam di tempat itu, akhirnya
kita bisa masuk ke Raudhoh. Dengan desak-desakan. Ketika karpet hijau udah
keliatan, ketika udah dipijak, aduh rasanya masyaa Allah banget. Mau nangis. Akhirnya sampe Raudhah. Dan Raudhah itu
rameeee banget. Kita harus desak-desakan untuk cari tempat sholat. Akhirnya nemu celah, dan bisa shalat 2
rakaat. Boleh shalat hajat, boleh shalat taubat, atau shalat 2 rakaat biasa tanpa diniatkan khusus. Dan ya
Allah... Suasananya. Susah dijelaskan dengan kata-kata. Sendu, haru, rindu, pecah semuanya. Pecah.
Tangis di kanan-kiri. Di rakaat pertama... ya Allah...
Tumpah. Tumpah air mata. Fatihaah... Allahu Akbar. Ya Allah, beneran haru. Sampai selesai sholat. Tinggal do'a.
Do'a paling dalam yang pernah saya persembahkan seumur hidup. Do'a yang saat itu saya tidak tahu akan
tercapai atau tidak. Saya hanya do'a. Saya tahu Allah Maha Segala. Maka saya yakin, do'a apapun yang saya minta,
sama Allah pasti mudah.
Secara garis besar, do'a saya cuma 3. Kira-kira gini
bunyinya :
Ya Allah, angkat semua penyakit dari tubuh hamba.
Penyakit menahun yang pernah hamba derita.
Ya Allah, jika jalan dakwah adalah jalan
yang terbaik, maka tuntun, bimbing, dan kuatkan hamba untuk menapaki jalan dakwah.
Ya Allah, siapkan hati hamba. Kuatkan hati hamba untuk
berhijab syar'i di luar rumah maupun di dalam rumah.
Perlu diketahui. Pada saat itu, kira-kira awal tahun 2014,
saya belum berhijab syar'i sepenuhnya. Masih kadang-kadang aja pakai jilbab syar'i-nya. Meskipun sudah
selalu pakai rok kalau keluar rumah. Tapi ketika ngurus Passport di Januari 2014, saya masih pakai kerudung
yang terawang. Warna kuning. Saya ingat betul. Sebenarnya dari hati ini, ada niat dan kemauan untuk
berhijab syar'i. Tapi kok berat ya. Hingga akhirnya saya selipkan saja niat itu dalam do'a.
Sekedar informasi juga. Pada saat itu, saya sudah masuk di
organisasi islam di kampus sebagai salah satu staff atau anggota sebuah bidang. Tapi ya namanya masih bandel,
saya jarang banget dateng syuro' atau ikutin kegiatan di organisasi. Pokoknya ketika itu saya liqo' lover, artinya
liqo' rajin tapi jarang ikutin kegiatan dakwah. Meskipun saya tahu, ini organisasi bagus lho. Ngajak orang
menuju kebaikan. Tapi hati saya enggan. Saya enggan sekali bergabung dengan gerakan dakwah manapun. Saya takut terkekang. Maka, saya selipkan saja kegundahan itu dalam do'a.
Hingga akhirnya..
Kira-kira 3 hari setelah ke Raudhah, ketika saat itu kami
sudah di Makkah, saya dikejutkan oleh sebuah pesan singkat. SMS dari salah seorang teman. Yang isinya :
Barakallah, antum diamanahkan untuk jadi Bendahara Umum UKMI Al-Khuwarizmi Fasilkom-TI (organisasi yang saya maksud
tadi).
Ya Allah, saya mau nangis bacanya. Allah, kenapa cepet banget jawab do'a saya? Saya, seorang anggota
yang ga aktif di organisasi, yang jarang ikut acara atau rapat, dapet amanah jadi presidium, jadi badan pengurus
harian, bendahara pula, megang uang umat?
Tapi saya yakin, ini bukan kebetulan. Ini amanah saya yakin bukan
dari qiyadah, bukan dari murobbiah saya. Ini amanah dari Allah untuk menjawab do'a saya. Dari situ, saya
ambil ibroh. Ternyata Allah mau tuntun dan bimbing saya ke jalan dakwah. Masya Allah... Allah perhatian banget
sama saya.
Pulang dari umroh, saya bertekad mau pakai jilbab syar'i
karena saya yakin semua do'a ga akan terkabul gitu aja tanpa saya kasih liat Allah usaha dan kemauan saya.
Akhirnya, kerudung-kerudung terawang mulai ditinggalin sedikit-sedikit. And then... Dengan izin Allah, sekarang
saya insya Allah sudah berhijab syar'i. Do'akan saya ya semoga istiqomah. ^_^
Do'a tentang penyakit gimana?
Nah, saya juga tidak bisa menyimpulkan itu penyakit atau
tidak. Karena penyakit ini sebenarnya bukan saya aja yang alami. Tapi ibu dan kakak saya juga. Sepertinya sudah
keturunan. Alhamdulillah, ibu dan kakak saya belum pernah mendapat mudharat dari penyakit ini.
Sampai saat ini penyakitnya tidak mengganggu. Dan sudah mulai berkurang. Jadi tidak perlu dikhawatirkan.
Dahsyat ya do'a di Raudhah? Beneran mustajab.
Saya ga mau, perjalanan saya ketika umroh berlalu begitu
saja tanpa memberikan manfaat sesudahnya. Makanya, saya selalu berusaha untuk perbaiki diri dari hari ke hari. Insya Allah.
Allah yang Maha Perhitungan, ternyata juga perhatian.
Allah yang Maha Memerintah, ternyata juga pemurah.
Fafirruu ilallaah.. Maka bersegeralah kembali pada Allah.
Berlarilah pada Allah. Sekencang-kencangnya. Sekarang juga.
Salam Ceria, Readers :)
Ida Mayasari
Komentar
Posting Komentar
jangan sungkan untuk berkomentar ya :)